8 Kerajaan Islam Di Indonesia
https://solusismart.com/kerajaan-islam-di-indonesia-lengka/
1.Kerajaan islam Pertama DI Indonesia Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam Samudra Pasai sudah ada
sejak tahun 1128 masehi dengan nama Kerajaan Samudra karena letaknya di
daerah samudra.. Di dirikan oleh Nasimuddin al-Kamil seorang Muslim dari
Mesir. Kemudian pusat pemerintahan dipindah ke daerah Pasai,Itulah
kenapa namanya menjadi Samudra Pasai.
Perkembangan selanjutnya kerajaan Islam
pertama ini mengalami perubahan setelah dinasti Fatimah dikalahkan oleh
dinasti Mamaluk. Dinasti Fatimah beraliran Syi’ah sedangkan dinasti
Mamaluk beraliran Syafi’i. Kerajaan Samudra Pasai juga mengalami
perubahan dari Islam Syi’ah menjadi Islam Syafi’i ketika kerajaan
Samudra Pasai dipimpin oleh Sultan Malik al-Saleh pada tahun 1285 –
1297masehi
.
Setelah Sultan Malik al-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik al-Zahir I 1297 – 1302 masehi . Dia sering mendapat sebutan Sultan Muhammad. Pada masa pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan. Kemudian takhta digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al Malik az-Zahir II. Pada saat dia berkuasa Samudra Pasai dikunjungi oleh Ibnu Batutah, seorang utusan dari Delhi yang sedang mengadakan perjalanan ke Cina dan singgah di sana.
.
Setelah Sultan Malik al-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik al-Zahir I 1297 – 1302 masehi . Dia sering mendapat sebutan Sultan Muhammad. Pada masa pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan. Kemudian takhta digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al Malik az-Zahir II. Pada saat dia berkuasa Samudra Pasai dikunjungi oleh Ibnu Batutah, seorang utusan dari Delhi yang sedang mengadakan perjalanan ke Cina dan singgah di sana.
Menurut Ibnu Batutah, kerajaan Samudra
Pasai memiliki armada dagang yang sangat kuat. Baginda sultan yang
bermadzab Syafi’i sangat kuat imannya sehingga berusaha menjadikan
Samudra Pasai sebagai pusat ajaran Islam yang bermadzab Syafi’i.
Kerajaan Samudra Pasai merupakan pelabuhan penting yang banyak didatangi
oleh para pedagang dari berbagai penjuru dunia, misalnya Gujarat dan
Persia.
Pengaruh India dan Persia sangat besar
di Kerajaan Islam samudra pasai. Pedagang Cina juga datang ke sana untuk
memasarkan dagangannya. Barang dagangan utama adalah lada yang menjadi
bahan ekspor kerajaan. Kerajaan Samudra Pasai memanfaatkan Selat Malaka
yang menghubungkan Samudra Pasai – Arab – India dan Cina.
Kerajaan Samudra Pasai juga menyiapkan
bandar-bandar dagang yang digunakan untuk menambah perbekalan untuk
berlayar selanjutnya, mengurus masalah perkapalan, mengumpulkan barang
dagangan yang akan dikirim ke luar negeri, dan menyimpan barang dagangan
sebelum diantar ke beberapa daerah di nusantara . Waktu Itu Samudra
Pasai menjadi pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya ulama.
Kerajaan Samudra Pasai mengalami
kemunduran setelah berdirinya Kerajaan Malaka pada abad ke-15 masehi
karena para pedagang Islam mulai memusatkan perdagangan mereka di
Malaka.
2. Kerajaan Islam Di Indonesia Kerajaan Aceh
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan
Ali Mughayat Syah, setelah berhasil melepaskan diri dari Kerajaan Pedir.
Kerajaan Aceh kemudian diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah.
Kerajaan Islam Aceh mencapai kebesaran pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Pada waktu itu banyak pedagang dari daerah lain yang
datang ke kerajaan Aceh untuk membeli hasil buminya.
Kebudayaan kerajaan Aceh sangat maju di
bidang arsitektur.Peninggalan kebudayaan pada masa sultan Iskandar Muda
yaitu masjid Baiturrahman. Setelah sultan Iskandar Muda wafat digantikan
oleh Sultan Iskandar Thani. Pemerintahan Aceh diatur dalam
undang-undang yang disebut Adat Mahkota Alam. Berdasarkan tata
pemerintahan tersebut, wilayah Aceh dibagi dalam wilayah sagi dan
wilayah pusat kerajaan. Setiap sagi terdiri dari sejumlah mukmin dan
dikepalai oleh panglima sagi yang disebut hulubalang besar. Sebagai
negara Islam, Aceh disebut Serambi Mekah karena Aceh menjadi pusat
penyebaran Islam di Asia Tenggara
Untuk memperdalam Islam lebih dahulu
belajar ke Aceh untuk mendapatkan dasar Islam yang kuat. Masyarakat Aceh
dikelompokkan dalam golongan Teuku, yakni golongan masyarakat
bangsawan, dan golongan Tengku, yakni golongan agama. Penghasilan
Kerajaan Aceh didapat dari penarikan pajak dan cukai yang terdiri dari
beberapa macam antara lain pajak pasar dan cukai intan.
Dalam bidang sastra, kerajaan Aceh
banyak melahirkan tokoh-tokoh, antara lain Syamsuddin Pasai, Hamzah
Fansyuri, Nuruddin ar-Raniri, dan Abdul al-Rauf. Nuruddin ar-Raniri
mengarang Bustanus Salatin taman raja-raja dan adat istiadat Aceh serta
ajaran Islam. Abdul al-Rauf dari Singkel Syeikh Kuala membuat tafsir
Alquran dalam bahasa Melayu.
Ia menentang aliran heterodoks yaitu
aliran yang berpendapat bahwa makhluk yang diciptakan sebagai penampilan
dari penciptanya. Aliran yang dianutnya adalah aliran ortodoks, yakni
Allah pencipta dan makhluk ciptaan-Nya tidak dapat mengetahui
keadaan-Nya. Setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda, tidak ada pengganti
yang bijaksana sehingga menyebabkan kemunduran Aceh.
Selain itu, mundurnya perdagangan Aceh
akibat Malaka jatuh ke tangan Portugis sehingga pedagang Islam beralih
ke Demak yang juga menyebabkan kemunduran kerajaan IslamAceh.
3 Kerajaan Demak
Kesultanan Demak merupakan kerajaan
Islam pertama di pulau Jawa yang berdiri pada abad ke-16 masehi berkat
perjuangan dan usaha Pangeran Jinbun atau Raden Patah. Beberapa faktor
yang menyebabkan kerajaan ini berkembang pesat adalah letaknya yang
strategis serta terletak di tengah jalur perdagangan nasional yang
menghubungkan antara barat dan timur.
Mundurnya Kerajaan Majapahit juga
menjadi penyebab para pedagang Islam masuk ke Demak. Dari aspek politik,
dapat kita ketahui bahwa Raden Patah adalah keturunan Brawijaya,
penguasa Majapahit. Setelah Raden Patah diangkat sebagai Bupati Demak
Bintoro pada tahun 1500 Masehi , ia bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah
yang lebih dikenal dengan Raden Patah. Kemudian setelah menjadi raja, ia
memajukan perdagangan dan agama Islam.
Kerajaan Islam Demak menjadi negara
maritim yang banyak dikunjungi oleh pedagang Islam, terlebih setelah
Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 di bawah Alvonso
d’Albuquerque. Pada tahun 1518, ia digantikan oleh Pati Unus atau
Pangeran Sabrang Lor. Pada masa pemerintahannya, ia melawan Portugis di
Selat Malaka dengan 100 kapal, akan tetapi semua tidak berhasil.
Sepeninggal Pati Unus, kekuasaan
dipegang oleh Sultan Trenggono 1521 – 1546 masehi. Pada masa
pemerintahannya ia mengutus Fatahillah untuk menyerang Portugis di Selat
Sunda 1527 masehi dan ternyata telah terjadi persetujuan “Henrique
Leme” antara Portugis dan Pajajaran untuk mendirikan benteng Sunda
Kelapa.
Usaha Fatahillah untuk menguasai Sunda
Kelapa berhasil. Di sana ia mendirikan dua kerajaan, yaitu Kerajaan
Banten dan Cirebon. Kerajaan Banten diberikan kepada Hasanudin puteranya
dan Cirebon diperintah sendiri. Namun akhirnya, Fatahillah meninggalkan
istana dan menjadi Sunan Gunung Jati.
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana,
wilayah Demak meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa
Timur. Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan dengan
teratur. Kehidupan sosial pada saat itu diatur dengan hukum-hukum yang
berlaku dalam ajaran Islam. Akan tetapi norma-norma atau tradisi-tradisi
lama tidak ditinggalkan begitu saja.
Dengan demikian sistem kehidupan sosial
masyarakat Kerajaan Demak dapat dikatakan telah mendapat pengaruh Islam.
Hasil-hasil budaya Kerajaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan
dengan Islam. Hasil budayanya yang cukup terkenal dan sampai sekarang
masih tetap berdiri adalah masjid Demak. Masjid ini merupakan lambang
kebesaran Demak sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Masjid Demak
selain kaya dengan ukir-ukiran yang bercirikan Islam juga memiliki
keistimewaan, karena salah satu tiangnya dibuat dari pecahan-pecahan
kayu.
Selain masjid Demak, Sunan Kalijaga juga
melakukan dasar-dasar perayaan sekaten. Perayaan itu digunakan oleh
Sunan Kalijaga untuk menarik minat masyarakat agar masuk Islam. Sekaten
ini kemudian menjadi tradisi atau kebudayaan yang terus terpelihara
sampai sekarang. Pada masa akhir pemerintahan Sultan Trenggana terjadi
perebutan takhta dengan Arya Penangsang serta Hadiwijaya yang membawa
keruntuhan Kerajaan Demak.
4. Kerajaan Islam Di Indonesia Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang berdiri karena runtuhnya
Kerajaan Demak pada tahun 1568 masehi . Pada mulanya, Arya Penangsang
yang menguasai Demak berhasil dikalahkan oleh Jaka Tingkir. Oleh Jaka
Tingkir, pusat Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang, sebelah barat kota
Solo sekarang. Sejak saat itu, berakhirlah Kerajaan Demak dan berdirilah
Kerajaan Pajang.
Demak pada saat itu, dijadikan wilayah
kadipaten yang diserahkan kepada Arya Pangiri putra Sunan Prawoto. Pada
waktu Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir memerintah Kerajaan Pajang, Ki
Ageng Pemanahan diangkat menjadi bupati di Mataram sebagai balas jasa
atas bantuannya mengalahkan Arya Penangsang. Setelah Ki Ageng Pemanahan
wafat, jabatan bupati di Mataram diberikan kepada Sutawijaya, putra
angkat Ki Ageng Pemanahan
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun
1582, takhta Pajang menjadi rebutan antara Pangeran Benawa putra
Hadiwijaya dan Arya Pangiri menantu Hadiwijaya. Arya Pangiri merasa
tidak puas dengan hanya menjabat sebagai adipati di Demak. Pangeran
Benawa disingkirkan dan hanya dijadikan adipati di Jipang. Selama
berkuasa 1582 – 1586, Arya Pangiri banyak melakukan tindakan yang
meresahkan rakyat, sehingga menimbulkan berbagai perlawanan.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh
Pangeran Benawa untuk menghimpun kekuatan dan merebut kembali takhta
Pajang. Dalam hal ini, Pangeran Benawa bekerja sama dengan Sutawijaya
dari Mataram. Akhirnya, Arya Pangiri dapat dikalahkan dan disuruh
kembali ke Demak. Setelah Pajang kembali ke tangannya, Pangeran Benawa
justru menyerahkan kekuasaan Pajang kepada Sutawijaya.
Hal ini dilakukannya karena Pangeran
Benawa merasa tidak mampu memimpin Pajang yang begitu luas. Sutawijaya
kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Pajang ke Mataram 1586.
Sejak saat itu, berdirilah Kerajaan Mataram dengan Sutawijaya sebagai
rajanya. Adapun Pajang dijadikan kadipaten dan Pangeran Benawa sebagai
adipatinya.
5. Kerajaan Mataram Islam
Sultan Sutawijaya menjabat sebagai raja
pertama di Mataram 1589 – 1601 dengan gelar Panembahan Senopati ing
Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya,banyak terjadi
perlawanan dari para bupati yang semula tunduk pada Mataram, misalnya
Demak dan Pajang. Perlawanan juga datang dari daerah Surabaya, Madiun,
Gresik, dan Ponorogo. Terjadinya perlawanan-perlawanan ini dikarenakan
Senopati mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan di Mataram.
Padahal pengangakatan dan pengesahan
sebagai sultan di Jawa biasanya dilakukan oleh wali. Selama berkuasa,
hampir seluruh wilayah Pulau Jawa dapat dikuasainya. Akan tetapi, ia
tidak berhasil mendapatkan pengakuan dari raja-raja Jawa lain sebagai
raja yang sejajar dengan mereka. Sepeninggal Panembahan Senopati,
penggantinya adalah putranya, Raden Mas Jolang (1601 – 1613).
Pada masa pemerintahannya ia melanjutkan
usaha ayahnya meluaskan wilayah kekuasaan Mataram. Akan tetapi, ia
tidak sekuat ayahnya sehingga tidak mampu memperluas wilayahnya dan
wafat di daerah Krapyak. Oleh karena itu, ia diberi gelar Panembahan
Seda Krapyak. Pengganti Mas Jolang adalah putranya Mas Rangsang atau
Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613 – 1645). Ia bergelar Sultan Agung
Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya,
Mataram mencapai puncak kejayaan.
Sultan Agung berusaha menyatukan Pulau
Jawa. Mataram berhasil menundukkan Tuban dan Pasuruan (1619), Surabaya
(1625), dan Blambangan (1639). Hasil ekspansi ini membuat wilayah
Mataram semakin luas.
6. Kerajaan Islam Di Indonesia Kerajaan Banten
Kerajaan Islam Banten didirikan oleh
Fatahillah tahun 1527 . Semula, Banten merupakan daerah kekuasaan
Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian, Banten direbut dan diperintah oleh
Fatahillah dari Demak. Pada tahun 1552, Fatahillah menyerahkan Banten
kepada putranya, Hasanuddin. Fatahillah sendiri pergi ke Cirebon dan
berdakwah di sana sampai wafat (1570).
Fatahillah dimakamkan di desa Gunung
Jati. Oleh karena itu, ia disebut Sunan Gunung Jati. Di bawah
pemerintahan Hasanuddin 1552 – 1570, Banten mengalami kemajuan di bidang
perdagangan dan wilayah kekuasaannya meluas sampai ke Lampung dan
Sumatra Selatan. Setelah wafat, Hasanuddin digantikan oleh putranya,
Panembahan Yusuf 1570 – 1580. Pada masa pemerintahannya, Pajajaran
berhasil ditaklukkan 1579.
Panembahan Yusuf wafat pada tahun 1580
dan digantikan putranya, Maulana Muhammad 1580 – 1597. Pada masa
pemerintahannya, datanglah Belanda. Ia menyambut kedatangan Belanda dan
oleh Belanda ia diberi gelar Ratu Banten. Sepeninggal Ratu Banten,
pemerintahan dipegang oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak 1597 –
1640.
Ia didampingi oleh walinya, Pangeran
Ranamenggala. Pada tahun 1640, Abdulmufakir diganti oleh Abu Mali Ahmad
1640 – 1651. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Abdul Fatah yang
bergelar Sultan Ageng Tirtayasa 1651 – 1682. Pada masa pemerintahannya,
Banten mencapai kejayaan. Sultan Ageng mengadakan pembangunan, seperti
jalan, pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banten.
Namun sejak VOC turut campur tangan
dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya mengalami
kemerosotan. Keadaan semakin memburuk ketika terjadi pertentangan antara
Sultan Ageng dan Sultan Haji, putranya dari selir. Pertentangan ini
berawal ketika Sultan Ageng mengangkat Pangeran Purbaya putra kedua
sebagai putra mahkota. Pengangkatan ini membuat iri Sultan Haji. Berbeda
dengan ayahnya, Sultan Haji memihak VOC. Bahkan, dia meminta bantuan
VOC untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya.
Sebagai imbalannya, VOC meminta Sultan
Haji untuk menandatangani perjanjian pada tahun 1682 yang isinya, antara
lain, Belanda mengakui Sultan Haji sebagai sultan di Banten; Banten
harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon; Banten tidak boleh berdagang
lagi di daerah Maluku, hanya Belanda yang boleh mengekspor lada dan
memasukkan kain ke wilayah kekuasaan Banten; Cisadane merupakan batas
antara Banten dan Belanda.
Perjanjian tersebut mengakibatkan Banten
berada pada posisi yang sulit karena ia kehilangan peranannya sebagai
pelabuhan bebas sejak adanya monopoli dari Belanda. Pada tahun 1683,
Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbaya dapat
meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapan tahun,
Sultan Ageng wafat 1692. Adapun Pangeran Purbaya tertangkap oleh Untung
Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689.
7. Kerajaan Gowa – Tallo
Pada awalnya, Kerajaan Gowa – Tallo yang
lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan
yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan
Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato’ri Bandang dan Dato’ Sulaiman,
Sultan Alauddin Raja Gowa masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam,
rakyat pun segera ikut memeluk Islam.
Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi
satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan
pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin 1653 – 1669. Ia
berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos,
Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan
Lombok.
Hasanuddin juga berhasil mengembangkan
pelabuhannya dan menjadi bandar transito di Indonesia bagian timur pada
waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur. Karena
keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan
besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya. Perkembangan
Makassar menyebabkan VOC merasa tersaingi. Makassar tidak tunduk kepada
VOC, bahkan Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC.
Kondisi ini mendorong VOC untuk berkuasa
di Makassar dengan menjalin kerja sama dengan Makassar, tetapi ditolak
oleh Hasanuddin. Oleh karena itu, VOC menyerang Makassar dengan membantu
Aru Palaka yang telah bermusuhan dengan Makassar. Akibatnya, benteng
Borombong dan ibu kota Sombaopu jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin
ditangkap dan dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Akibat kekalahannya, peranan Makassar
sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir. Sebaliknya, VOC
memperoleh tempat yang strategis di Indonesia bagian timur. Rakyat
Makassar yang tidak mau menerima Perjanjian Bongaya, seperti Kraeng
Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk
memperlemah Makassar, benteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan
benteng Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford
Roterdam.
Dalam bidang kebudayaan, Makassar
sebagai kerajaan yang bersifat maritim sedikit meninggalkan hasil-hasil
budaya. Peninggalan budaya Makassar yang menonjol adalah perahu pinisi,
lambo, dan bercadik. Dalam bidang sastra, diperkirakan sudah lahir
beberapa karya sastra. Hanya saja, karya-karya tersebut tidak sampai ke
kita. Tetapi pada saat itu sudah ada sebuah buku tentang hukum laut dan
perniagaan, yaitu Ade’ Allopiloping Bicaranna Pabbalu’e dan naskah
lontar karya Amanna Gappa.
8. Kerajaan Ternate dan Tidore
Di Maluku terdapat dua kerajaan yang
berpangaruh, yakni Ternate dan Tidore. Kerajaan Ternate terdiri dari
persekutuan lima daerah, yaitu Ternate, Obi, Bacan, Seram, Ambon,
disebut Uli Lima sebagai pimpinannya adalah Ternate. Adapun Tidore
terdiri dari sembilan satuan negara disebut Uli Siwa yang terdiri dari
Makyan, Jailolo, dan daerah antara Halmahera – Irian.
Kedatangan Islam ke Maluku tidak dapat
dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu
lintas internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi
setempat, sejak abad ke-14, Islam sudah masuk daerah Maluku. Raja
Ternate kedua belas, Molomateya 1350 – 1357 bersahabat karib dengan
orang Arab yang memberi petunjuk mengenai cara membuat kapal. Raja yang
benar-benar memeluk Islam adalah Zainal Abidin 1486 – 1500.
Ia mendapat ajaran Islam dari Sunan
Giri. Kekuasaan Ternate dan Tidore mencakup pulau-pulau yang ada di
sekitarnya. Penghasilan utamanya adalah cengkih, pala, rempah-rempah,
dan ramuan obat-obatan yang sangat diperlukan oleh masyarakat Eropa.
Ketika bangsa Portugis datang ke Ternate, mereka bersekutu dengan bangsa
itu 1512.
Demikian juga ketika bangsa Spanyol
datang ke Tidore, mereka juga bersekutu dengan bangsa itu 1512. Portugis
akhirnya dapat mendirikan benteng Sao Paulo di Ternate dan banyak
melakukan monopoli perdagangan. Tindakan ini menimbulkan perlawanan yang
dipimpin oleh Sultan Hairun (1550 – 1570). Tindakan Musquita menangkap
Sultan Hairun dilepas setelah kembali, tetapi kemudian dibunuh setelah
paginya disuruh berkunjung ke benteng Portugis.
paginya disuruh berkunjung ke benteng Portugis.
Sultan Baabullah 1570 – 1583 memimpin
perlawanan untuk mengenyahkan Portugis dari Maluku sebagai balasan
terhadap kematian ayahnya. Benteng Portugis dikepung selama 5 tahun,
tetapi tidak berhasil. Sultan Tidore yang berselisih dengan Ternate
kemudian membantu melawan Portugis. Akhirnya, benteng Portugis dapat
dikuasai setelah Portugis menyerah karena dikepung dan kekurangan
makanan.
Tokoh dari Tidore yang anti-Portugis
adalah Sultan Nuku. Pada tanggal 17 Juli 1780, Pata Alam dinobatkan
sebagai vasal dari VOC dengan kewajiban menjaga keamanan di wilayahnya,
yaitu Maba, Weda, Patani, Gebe, Salawatti, Missol, Waiguna, Waigen,
negeri-negeri di daratan Irian, Pulau Bo, Popa, Pulau Pisang, Matora,
dan sebagainya.
Di sisi lain, Nuku terus mengadakan
perlawanan terhadap Belanda di Ternate dan Tidore. Pada tahun 1783, Pata
Alam menjalankan strategi untuk meraih loyalitas raja-raja Irian. Akan
tetapi, usaha tersebut menemui kegagalan, karena para utusan dengan
pasukan mereka berbalik memihak Nuku. Akhirnya, Pata Alam dituduh oleh
Kompeni bersekongkol dengan Nuku. Pata Alam ditangkap dan rakyat
pendukungnya dihukum. Peristiwa ini sering disebut Revolusi Tidore 1783.
Untuk mengatur kembali Tidore, pada
tanggal 18 Oktober 1783, VOC mengangkat Kamaludin untuk menduduki takhta
Tidore sebagai vasal VOC. Di sisi lain, perjuangan Nuku mengalami
pasang surut. Pada tahun 1794, gerakan tersebut mendapat dukungan dari
Inggris. Sekembalinya dari Sailan, Pangeran Jamaludin beserta
angkatannya menggabungkan diri dengan Nuku. Pada tanggal 12 April 1797
Angkatan Laut Nuku muncul di Tidore.
Hampir seluruh pembesar Tidore menyerah,
kecuali Sultan Kamaludin berserta pengawalnya. Mereka menyerahkan diri
ke Ternate. Tidore diduduki oleh Nuku hingga meninggal tanggal 14
November 1805 dan digantikan oleh Zaenal Abidin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar