Minggu, 20 November 2016

 8 Kerajaan Islam Di Indonesia

 https://solusismart.com/kerajaan-islam-di-indonesia-lengka/

 

1.Kerajaan islam Pertama DI Indonesia Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Islam Samudra Pasai sudah ada sejak tahun 1128 masehi dengan nama Kerajaan Samudra karena letaknya di daerah samudra.. Di dirikan oleh Nasimuddin al-Kamil seorang Muslim dari Mesir. Kemudian pusat pemerintahan dipindah ke daerah Pasai,Itulah kenapa namanya menjadi Samudra Pasai.
Perkembangan selanjutnya kerajaan Islam pertama ini mengalami perubahan setelah dinasti Fatimah dikalahkan oleh dinasti Mamaluk. Dinasti Fatimah beraliran Syi’ah sedangkan dinasti Mamaluk beraliran Syafi’i. Kerajaan Samudra Pasai juga mengalami perubahan dari Islam Syi’ah menjadi Islam Syafi’i ketika kerajaan Samudra Pasai dipimpin oleh Sultan Malik al-Saleh pada tahun 1285 – 1297masehi
.
Setelah Sultan Malik al-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik al-Zahir I 1297 – 1302 masehi . Dia sering mendapat sebutan Sultan Muhammad. Pada masa pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan. Kemudian takhta digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al Malik az-Zahir II. Pada saat dia berkuasa Samudra Pasai dikunjungi oleh Ibnu Batutah, seorang utusan dari Delhi yang sedang mengadakan perjalanan ke Cina dan singgah di sana.
Menurut Ibnu Batutah, kerajaan Samudra Pasai memiliki armada dagang yang sangat kuat. Baginda sultan yang bermadzab Syafi’i sangat kuat imannya sehingga berusaha menjadikan Samudra Pasai sebagai pusat ajaran Islam yang bermadzab Syafi’i. Kerajaan Samudra Pasai merupakan pelabuhan penting yang banyak didatangi oleh para pedagang dari berbagai penjuru dunia, misalnya Gujarat dan Persia.
Pengaruh India dan Persia sangat besar di Kerajaan Islam samudra pasai. Pedagang Cina juga datang ke sana untuk memasarkan dagangannya. Barang dagangan utama adalah lada yang menjadi bahan ekspor kerajaan. Kerajaan Samudra Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang menghubungkan Samudra Pasai – Arab – India dan Cina.
Kerajaan Samudra Pasai juga menyiapkan bandar-bandar dagang yang digunakan untuk menambah perbekalan untuk berlayar selanjutnya, mengurus masalah perkapalan, mengumpulkan barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri, dan menyimpan barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di nusantara . Waktu Itu Samudra Pasai menjadi pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya ulama.
Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran setelah berdirinya Kerajaan Malaka pada abad ke-15 masehi karena para pedagang Islam mulai memusatkan perdagangan mereka di Malaka.

2. Kerajaan Islam Di Indonesia Kerajaan Aceh
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah, setelah berhasil melepaskan diri dari Kerajaan Pedir. Kerajaan Aceh kemudian diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah. Kerajaan Islam Aceh mencapai kebesaran pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada waktu itu banyak pedagang dari daerah lain yang datang ke kerajaan Aceh untuk membeli hasil buminya.
Kebudayaan kerajaan Aceh sangat maju di bidang arsitektur.Peninggalan kebudayaan pada masa sultan Iskandar Muda yaitu masjid Baiturrahman. Setelah sultan Iskandar Muda wafat digantikan oleh Sultan Iskandar Thani. Pemerintahan Aceh diatur dalam undang-undang yang disebut Adat Mahkota Alam. Berdasarkan tata pemerintahan tersebut, wilayah Aceh dibagi dalam wilayah sagi dan wilayah pusat kerajaan. Setiap sagi terdiri dari sejumlah mukmin dan dikepalai oleh panglima sagi yang disebut hulubalang besar. Sebagai negara Islam, Aceh disebut Serambi Mekah karena Aceh menjadi pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara
Untuk memperdalam Islam lebih dahulu belajar ke Aceh untuk mendapatkan dasar Islam yang kuat. Masyarakat Aceh dikelompokkan dalam golongan Teuku, yakni golongan masyarakat bangsawan, dan golongan Tengku, yakni golongan agama. Penghasilan Kerajaan Aceh didapat dari penarikan pajak dan cukai yang terdiri dari beberapa macam antara lain pajak pasar dan cukai intan.
Dalam bidang sastra, kerajaan Aceh banyak melahirkan tokoh-tokoh, antara lain Syamsuddin Pasai, Hamzah Fansyuri, Nuruddin ar-Raniri, dan Abdul al-Rauf. Nuruddin ar-Raniri mengarang Bustanus Salatin taman raja-raja dan adat istiadat Aceh serta ajaran Islam. Abdul al-Rauf dari Singkel Syeikh Kuala membuat tafsir Alquran dalam bahasa Melayu.
Ia menentang aliran heterodoks yaitu aliran yang berpendapat bahwa makhluk yang diciptakan sebagai penampilan dari penciptanya. Aliran yang dianutnya adalah aliran ortodoks, yakni Allah pencipta dan makhluk ciptaan-Nya tidak dapat mengetahui keadaan-Nya. Setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda, tidak ada pengganti yang bijaksana sehingga menyebabkan kemunduran Aceh.
Selain itu, mundurnya perdagangan Aceh akibat Malaka jatuh ke tangan Portugis sehingga pedagang Islam beralih ke Demak yang juga menyebabkan kemunduran kerajaan IslamAceh.

3  Kerajaan Demak
Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yang berdiri pada abad ke-16 masehi berkat perjuangan dan usaha Pangeran Jinbun atau Raden Patah. Beberapa faktor yang menyebabkan kerajaan ini berkembang pesat adalah letaknya yang strategis serta terletak di tengah jalur perdagangan nasional yang menghubungkan antara barat dan timur.
Mundurnya Kerajaan Majapahit juga menjadi penyebab para pedagang Islam masuk ke Demak. Dari aspek politik, dapat kita ketahui bahwa Raden Patah adalah keturunan Brawijaya, penguasa Majapahit. Setelah Raden Patah diangkat sebagai Bupati Demak Bintoro pada tahun 1500 Masehi , ia bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah yang lebih dikenal dengan Raden Patah. Kemudian setelah menjadi raja, ia memajukan perdagangan dan agama Islam.
Kerajaan Islam Demak menjadi negara maritim yang banyak dikunjungi oleh pedagang Islam, terlebih setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 di bawah Alvonso d’Albuquerque. Pada tahun 1518, ia digantikan oleh Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Pada masa pemerintahannya, ia melawan Portugis di Selat Malaka dengan 100 kapal, akan tetapi semua tidak berhasil.
Sepeninggal Pati Unus, kekuasaan dipegang oleh Sultan Trenggono 1521 – 1546 masehi. Pada masa pemerintahannya ia mengutus Fatahillah untuk menyerang Portugis di Selat Sunda 1527 masehi dan ternyata telah terjadi persetujuan “Henrique Leme” antara Portugis dan Pajajaran untuk mendirikan benteng Sunda Kelapa.
Usaha Fatahillah untuk menguasai Sunda Kelapa berhasil. Di sana ia mendirikan dua kerajaan, yaitu Kerajaan Banten dan Cirebon. Kerajaan Banten diberikan kepada Hasanudin puteranya dan Cirebon diperintah sendiri. Namun akhirnya, Fatahillah meninggalkan istana dan menjadi Sunan Gunung Jati.
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana, wilayah Demak meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan dengan teratur. Kehidupan sosial pada saat itu diatur dengan hukum-hukum yang berlaku dalam ajaran Islam. Akan tetapi norma-norma atau tradisi-tradisi lama tidak ditinggalkan begitu saja.
Dengan demikian sistem kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak dapat dikatakan telah mendapat pengaruh Islam. Hasil-hasil budaya Kerajaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Hasil budayanya yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih tetap berdiri adalah masjid Demak. Masjid ini merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Masjid Demak selain kaya dengan ukir-ukiran yang bercirikan Islam juga memiliki keistimewaan, karena salah satu tiangnya dibuat dari pecahan-pecahan kayu.
Selain masjid Demak, Sunan Kalijaga juga melakukan dasar-dasar perayaan sekaten. Perayaan itu digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menarik minat masyarakat agar masuk Islam. Sekaten ini kemudian menjadi tradisi atau kebudayaan yang terus terpelihara sampai sekarang. Pada masa akhir pemerintahan Sultan Trenggana terjadi perebutan takhta dengan Arya Penangsang serta Hadiwijaya yang membawa keruntuhan Kerajaan Demak.

4. Kerajaan Islam Di Indonesia Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang berdiri karena runtuhnya Kerajaan Demak pada tahun 1568 masehi . Pada mulanya, Arya Penangsang yang menguasai Demak berhasil dikalahkan oleh Jaka Tingkir. Oleh Jaka Tingkir, pusat Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang, sebelah barat kota Solo sekarang. Sejak saat itu, berakhirlah Kerajaan Demak dan berdirilah Kerajaan Pajang.
Demak pada saat itu, dijadikan wilayah kadipaten yang diserahkan kepada Arya Pangiri putra Sunan Prawoto. Pada waktu Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir memerintah Kerajaan Pajang, Ki Ageng Pemanahan diangkat menjadi bupati di Mataram sebagai balas jasa atas bantuannya mengalahkan Arya Penangsang. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, jabatan bupati di Mataram diberikan kepada Sutawijaya, putra angkat Ki Ageng Pemanahan
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun 1582, takhta Pajang menjadi rebutan antara Pangeran Benawa putra Hadiwijaya dan Arya Pangiri menantu Hadiwijaya. Arya Pangiri merasa tidak puas dengan hanya menjabat sebagai adipati di Demak. Pangeran Benawa disingkirkan dan hanya dijadikan adipati di Jipang. Selama berkuasa 1582 – 1586, Arya Pangiri banyak melakukan tindakan yang meresahkan rakyat, sehingga menimbulkan berbagai perlawanan.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk menghimpun kekuatan dan merebut kembali takhta Pajang. Dalam hal ini, Pangeran Benawa bekerja sama dengan Sutawijaya dari Mataram. Akhirnya, Arya Pangiri dapat dikalahkan dan disuruh kembali ke Demak. Setelah Pajang kembali ke tangannya, Pangeran Benawa justru menyerahkan kekuasaan Pajang kepada Sutawijaya.
Hal ini dilakukannya karena Pangeran Benawa merasa tidak mampu memimpin Pajang yang begitu luas. Sutawijaya kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Pajang ke Mataram 1586. Sejak saat itu, berdirilah Kerajaan Mataram dengan Sutawijaya sebagai rajanya. Adapun Pajang dijadikan kadipaten dan Pangeran Benawa sebagai adipatinya.

5. Kerajaan Mataram Islam
Sultan Sutawijaya menjabat sebagai raja pertama di Mataram 1589 – 1601 dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya,banyak terjadi perlawanan dari para bupati yang semula tunduk pada Mataram, misalnya Demak dan Pajang. Perlawanan juga datang dari daerah Surabaya, Madiun, Gresik, dan Ponorogo. Terjadinya perlawanan-perlawanan ini dikarenakan Senopati mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan di Mataram.
Padahal pengangakatan dan pengesahan sebagai sultan di Jawa biasanya dilakukan oleh wali. Selama berkuasa, hampir seluruh wilayah Pulau Jawa dapat dikuasainya. Akan tetapi, ia tidak berhasil mendapatkan pengakuan dari raja-raja Jawa lain sebagai raja yang sejajar dengan mereka. Sepeninggal Panembahan Senopati, penggantinya adalah putranya, Raden Mas Jolang (1601 – 1613).
Pada masa pemerintahannya ia melanjutkan usaha ayahnya meluaskan wilayah kekuasaan Mataram. Akan tetapi, ia tidak sekuat ayahnya sehingga tidak mampu memperluas wilayahnya dan wafat di daerah Krapyak. Oleh karena itu, ia diberi gelar Panembahan Seda Krapyak. Pengganti Mas Jolang adalah putranya Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613 – 1645). Ia bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai puncak kejayaan.
Sultan Agung berusaha menyatukan Pulau Jawa. Mataram berhasil menundukkan Tuban dan Pasuruan (1619), Surabaya (1625), dan Blambangan (1639). Hasil ekspansi ini membuat wilayah Mataram semakin luas.

6. Kerajaan Islam Di Indonesia Kerajaan Banten
Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Fatahillah tahun 1527 . Semula, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian, Banten direbut dan diperintah oleh Fatahillah dari Demak. Pada tahun 1552, Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Fatahillah sendiri pergi ke Cirebon dan berdakwah di sana sampai wafat (1570).
Fatahillah dimakamkan di desa Gunung Jati. Oleh karena itu, ia disebut Sunan Gunung Jati. Di bawah pemerintahan Hasanuddin 1552 – 1570, Banten mengalami kemajuan di bidang perdagangan dan wilayah kekuasaannya meluas sampai ke Lampung dan Sumatra Selatan. Setelah wafat, Hasanuddin digantikan oleh putranya, Panembahan Yusuf 1570 – 1580. Pada masa pemerintahannya, Pajajaran berhasil ditaklukkan 1579.
Panembahan Yusuf wafat pada tahun 1580 dan digantikan putranya, Maulana Muhammad 1580 – 1597. Pada masa pemerintahannya, datanglah Belanda. Ia menyambut kedatangan Belanda dan oleh Belanda ia diberi gelar Ratu Banten. Sepeninggal Ratu Banten, pemerintahan dipegang oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak 1597 – 1640.
Ia didampingi oleh walinya, Pangeran Ranamenggala. Pada tahun 1640, Abdulmufakir diganti oleh Abu Mali Ahmad 1640 – 1651. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa 1651 – 1682. Pada masa pemerintahannya, Banten mencapai kejayaan. Sultan Ageng mengadakan pembangunan, seperti jalan, pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banten.
Namun sejak VOC turut campur tangan dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya mengalami kemerosotan. Keadaan semakin memburuk ketika terjadi pertentangan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, putranya dari selir. Pertentangan ini berawal ketika Sultan Ageng mengangkat Pangeran Purbaya putra kedua sebagai putra mahkota. Pengangkatan ini membuat iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji memihak VOC. Bahkan, dia meminta bantuan VOC untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya.
Sebagai imbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjian pada tahun 1682 yang isinya, antara lain, Belanda mengakui Sultan Haji sebagai sultan di Banten; Banten harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon; Banten tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku, hanya Belanda yang boleh mengekspor lada dan memasukkan kain ke wilayah kekuasaan Banten; Cisadane merupakan batas antara Banten dan Belanda.
Perjanjian tersebut mengakibatkan Banten berada pada posisi yang sulit karena ia kehilangan peranannya sebagai pelabuhan bebas sejak adanya monopoli dari Belanda. Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbaya dapat meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapan tahun, Sultan Ageng wafat 1692. Adapun Pangeran Purbaya tertangkap oleh Untung Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689.

7. Kerajaan Gowa – Tallo
Pada awalnya, Kerajaan Gowa – Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato’ri Bandang dan Dato’ Sulaiman, Sultan Alauddin Raja Gowa masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam.
Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin 1653 – 1669. Ia berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok.
Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transito di Indonesia bagian timur pada waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur. Karena keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya. Perkembangan Makassar menyebabkan VOC merasa tersaingi. Makassar tidak tunduk kepada VOC, bahkan Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC.
Kondisi ini mendorong VOC untuk berkuasa di Makassar dengan menjalin kerja sama dengan Makassar, tetapi ditolak oleh Hasanuddin. Oleh karena itu, VOC menyerang Makassar dengan membantu Aru Palaka yang telah bermusuhan dengan Makassar. Akibatnya, benteng Borombong dan ibu kota Sombaopu jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin ditangkap dan dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Akibat kekalahannya, peranan Makassar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir. Sebaliknya, VOC memperoleh tempat yang strategis di Indonesia bagian timur. Rakyat Makassar yang tidak mau menerima Perjanjian Bongaya, seperti Kraeng Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk memperlemah Makassar, benteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan benteng Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford Roterdam.
Dalam bidang kebudayaan, Makassar sebagai kerajaan yang bersifat maritim sedikit meninggalkan hasil-hasil budaya. Peninggalan budaya Makassar yang menonjol adalah perahu pinisi, lambo, dan bercadik. Dalam bidang sastra, diperkirakan sudah lahir beberapa karya sastra. Hanya saja, karya-karya tersebut tidak sampai ke kita. Tetapi pada saat itu sudah ada sebuah buku tentang hukum laut dan perniagaan, yaitu Ade’ Allopiloping Bicaranna Pabbalu’e dan naskah lontar karya Amanna Gappa.

8.  Kerajaan Ternate dan Tidore
Di Maluku terdapat dua kerajaan yang berpangaruh, yakni Ternate dan Tidore. Kerajaan Ternate terdiri dari persekutuan lima daerah, yaitu Ternate, Obi, Bacan, Seram, Ambon, disebut Uli Lima sebagai pimpinannya adalah Ternate. Adapun Tidore terdiri dari sembilan satuan negara disebut Uli Siwa yang terdiri dari Makyan, Jailolo, dan daerah antara Halmahera – Irian.
Kedatangan Islam ke Maluku tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam sudah masuk daerah Maluku. Raja Ternate kedua belas, Molomateya 1350 – 1357 bersahabat karib dengan orang Arab yang memberi petunjuk mengenai cara membuat kapal. Raja yang benar-benar memeluk Islam adalah Zainal Abidin 1486 – 1500.
Ia mendapat ajaran Islam dari Sunan Giri. Kekuasaan Ternate dan Tidore mencakup pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Penghasilan utamanya adalah cengkih, pala, rempah-rempah, dan ramuan obat-obatan yang sangat diperlukan oleh masyarakat Eropa. Ketika bangsa Portugis datang ke Ternate, mereka bersekutu dengan bangsa itu 1512.
Demikian juga ketika bangsa Spanyol datang ke Tidore, mereka juga bersekutu dengan bangsa itu 1512. Portugis akhirnya dapat mendirikan benteng Sao Paulo di Ternate dan banyak melakukan monopoli perdagangan. Tindakan ini menimbulkan perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Hairun (1550 – 1570). Tindakan Musquita menangkap Sultan Hairun dilepas setelah kembali, tetapi kemudian dibunuh setelah
paginya disuruh berkunjung ke benteng Portugis.
Sultan Baabullah 1570 – 1583 memimpin perlawanan untuk mengenyahkan Portugis dari Maluku sebagai balasan terhadap kematian ayahnya. Benteng Portugis dikepung selama 5 tahun, tetapi tidak berhasil. Sultan Tidore yang berselisih dengan Ternate kemudian membantu melawan Portugis. Akhirnya, benteng Portugis dapat dikuasai setelah Portugis menyerah karena dikepung dan kekurangan makanan.
Tokoh dari Tidore yang anti-Portugis adalah Sultan Nuku. Pada tanggal 17 Juli 1780, Pata Alam dinobatkan sebagai vasal dari VOC dengan kewajiban menjaga keamanan di wilayahnya, yaitu Maba, Weda, Patani, Gebe, Salawatti, Missol, Waiguna, Waigen, negeri-negeri di daratan Irian, Pulau Bo, Popa, Pulau Pisang, Matora, dan sebagainya.
Di sisi lain, Nuku terus mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Ternate dan Tidore. Pada tahun 1783, Pata Alam menjalankan strategi untuk meraih loyalitas raja-raja Irian. Akan tetapi, usaha tersebut menemui kegagalan, karena para utusan dengan pasukan mereka berbalik memihak Nuku. Akhirnya, Pata Alam dituduh oleh Kompeni bersekongkol dengan Nuku. Pata Alam ditangkap dan rakyat pendukungnya dihukum. Peristiwa ini sering disebut Revolusi Tidore 1783.
Untuk mengatur kembali Tidore, pada tanggal 18 Oktober 1783, VOC mengangkat Kamaludin untuk menduduki takhta Tidore sebagai vasal VOC. Di sisi lain, perjuangan Nuku mengalami pasang surut. Pada tahun 1794, gerakan tersebut mendapat dukungan dari Inggris. Sekembalinya dari Sailan, Pangeran Jamaludin beserta angkatannya menggabungkan diri dengan Nuku. Pada tanggal 12 April 1797 Angkatan Laut Nuku muncul di Tidore.
Hampir seluruh pembesar Tidore menyerah, kecuali Sultan Kamaludin berserta pengawalnya. Mereka menyerahkan diri ke Ternate. Tidore diduduki oleh Nuku hingga meninggal tanggal 14 November 1805 dan digantikan oleh Zaenal Abidin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar